Senin, 13 Februari 2017

Abdulrahcman Saleh

Abdulrachman Saleh dilahirkan dari keluarga dokter yang mempunyai disiplin dan pendidikan yang sangat kuat. Tepatnya Abdulrachman Saleh dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1909, di kampung Ketapang (Kwitang Barat) Jakarta. Dan sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa beliau, pemerintah kemudian menetapkan nama jalan tersebut menjadi jalan dr. Abdulrachman Saleh.

Ayah beliau, dr. Mohammad Saleh berasal dari Salatiga dan beristrikan seorang gadis Jakarta yang bernama Ismudiati. Beliau lulus menjadi dokter seangkatan dengan dr. Sutomo tokoh nasional, bersama dengan dr. Sutomo, Mohammad Saleh mendirikan Budi Utomo.

Mohammad Saleh, ayah dari Abdulrahman Saleh ini sempat menetap di Probolinggo dan menjalani kegiatannya sebagai dokter. Dan disinilah ia bekerja sebagai dokter di rumahnya, yang sekaligus menjadi gudang obat-obatan bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Ibu Abdulrahman yakni Ismudiati ialah saudagar pintar dan kaya, ia menjadikan halaman belakang rumahnya sebagai kebun tanaman obat (karena sulitnya mendapatkan obat di Jaman Jepang). Kedua orang tua Abdulrahman sering memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat sekitar Probolinggo. Karena itulah nama Mohammad Saleh dijadikan se bagai nama rumah sakit dan salah satu nama jalan utama di Probolinggo.

Sejak kecil Abdulrachman Saleh dan saudara-saudaranya selalu dalam asuhan ayah bunda dengan penuh kasih sayang, tetapi mereka juga dibiasakan hidup tertib dan serba mandiri. Keluarga Mohammad Saleh merupakan keluarga besar, Abdulrahman merupakan anak kedua dari sebelas bersaudara. Kedua orang tuanya sangat menerapkan perilaku disiplin yang kuat. Buktinya, beberapa putra-putra mereka berhasil menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.

Pendidikan Abdulrahman Saleh nya dimulai dengan Holland Indische School (HIS), kemudian ke Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Setelah lulus MULO maksudnya hendak melanjutkan studinya ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta, untuk mengikuti jejak ayahnya. Akan tetapi baru beberapa bulan ia masuk STOVIA, sekolah itu dibubarkan. Studinya terpaksa dilanjutkan ke AMS Malang. Maman dikenal sebagai anak yang pandai di kelasnya.

Setelah lulus dari AMS dengan nilai-nilai yang gemilang, ia memasuki Geneeskundige Hooge School (GHS) di Batavia.

Masa-masa kemahasiswaannya, tidak disia-siakan begitu saja. Beliau aktif di bidang kemahasiswaan, begitu pula kegiatan-kegiatannya di luar fakultas. Maman pernah menjadi anggota Indonesia Muda. Dalam perkumpulan ini ia terjun dalam bidang olahraga atletik, berlayar, dan anggar. Di samping perkumpulan olahraga, perkumpulan yang bersifat sosial juga tidak luput dari perhatiannya.

Tercatat, Maman pernah bergabung dengan Jong Java, KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), di KBI inilah Maman sempat diangkat sebagai ketua, karena sifatnya yang progresif dan tegas dalam memimpin, Maman mendapatkan julukan Karbol.

Sudah menjadi tradisi bagi keluarga dr. Saleh yang menurun dari ayah kepada putra-putranya, bahwa sebelum mengakhiri masa belajarnya, mereka harus melangsungkan perkawinan terlebih dahulu. Pada tahun 1933, Maman memasuki kehidupan berumah tangga dengan seorang gadis asal Purworejo. Keduanya dikaruniai dua orang putra yang bernama Pandji Saleh dan Triawan Saleh.

Setelah memperoleh gelar dokter, ia memperdalam pengetahuannya di Maman tetap memperdalam ilmunya, salah satunya dengan mempelajari bidang ilmu Fisiologi. Ia juga sempat mengembangkan ilmu tersebut. Oleh karena itu, pada 5 Desember 1958 Universitas Indonesia menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Fisiologi Indonesia.

Pada tahun 1934 berdirilah perkumpulan yang menamakan dirinya Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep (VORO) di mana salah satu pelopor dari perkumpulan tersebut adalah dr. Abdulrachman Saleh. Tujuan perkumpulan ini menyiarkan kesenian-kesenian ketimuran.

Pada masa Jepang dr. Abdulrachman bekerja sebagai pengajar pada Perguruan Tinggi Jakarta. Ia juga ikut dengan mahasiswa-mahasiswa lainnya dalam latihan militer PETA (Pembela Tanah Air) Jakarta.

Maman juga ikut andil dalam peristiwa Proklamasi, ia berhasil membantu menyiarkan pembacaan Proklamasi melalui radio ke seluruh Indonesia. Meskipun penyiaran tersebut sempat tertunda selama beberapa jam. Ia juga berperan dalam membentuk Radio Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945.

Setelah menyelesaikan tugasnya itu, ia berpindah ke bidang militer dan memasuki dinas Angkatan Udara. Dr. Maman diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946. Maman turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Meskipun sudah menjadi anggota Angakatan Udara, ia tidak melupakan profesinya sebagai dokter, Maman tetap memberikan kuliah kedokteran pada Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.

Pada saat Belanda mengadakan agresi pertamanya, Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh diperintahkan ke India. Dalam perjalanan pulang mereka mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Keberangkatan dengan pesawat Dakota ini, mendapat publikasi luas dari media massa dalam dan luar negeri.

Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta melalui Singapura, harian Malayan Times memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi izin pemerintah Inggris dan Belanda.

Namun, pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar.

Peristiwa heroik ini, diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962.

Abulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 November 1974.

d2

dsa